Penelitian tentang Pelecehan Seksual Anak di India

 

Kementrian Perempuan dan Perkembangan Anak [KPPA], Pemerintah India berbahagia untuk mengumumkan laporan Penelitian Nasional Mengenai Pelecehan Anak Berjudul “Penelitian tentang Pelecehan Anak: India 2007″, yang diluncurkan oleh Yang Mulia Menteri Negara Smt. Renuka Chowdhury.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan pemahaman yang komprehensif dan dapat diandalkan mengenai fenomena pelecehan anak, dengan suatu pandangan untuk memfasilitasi formulasi kebijakan dan program yang tepat yang dimaksudkan untuk secara efektif mengawasi dan mengontrol fenomena pelecehan anak di India. Penelitian Nasional tentang Pelecehan Anak adalah salah satu penelitian empiris dalam negeri yang terbesar dalam bidang tersebut di dunia. Penelitian ini juga melengkapi Penelitian Global Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak 2006.

Inisiatif Kementrian untuk melaksanakan penelitian ini didukung oleh UNICEF dan Save the Children. LSM berbasis di Delhi bernama Prayas dikontrak untuk merancang dan melaksanakan pelatihan dan menyerahkan laporan pendahuluan. Setelah penyerahan laporan pendahuluan, KPPA menugaskan Komite Inti untuk mereview data lengkap, menganalisa temuan dan menghasilkan laporan final bersama dengan rekomendasinya.

Penelitian tersebut telah memberikan data statistik yang mengungkapkan derajat dan besaran berbagai bentuk pelecehan anak – sebuah bidang yang tidak tereksplorasi. Penelitian juga mengungkapkan data tentang variasi di antara berbagai kelompok usia, variasi jender, variasi keadaan, variasi kelompok bukti. Temuan-temuan juga akan membantu memperkuat pemahaman semua stakeholder termasuk keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat dan pemerintah.

Temuan Utama

  1. Di antara berbagai bentuk pelecehan, dan di antara berbagai kelompok bukti, anak-anak dalam rentang usia 5-12 tahun telah melaporkan tingkat pelecehan yang lebih tinggi dibanding dua kelompok usia lainnya
  2. Anak laki-laki, dibanding anak perempuan, sama beresiko menjadi korban pelecehan
  3. Orang-orang yang dipercayai dan yang berwenang adalah pelaku pelecehan utama
  4. 70% responden anak yang dilecehkan tidak pernah melaporkannya kepada siapapun

Pelecehan Fisik

  1. Dua dari tiap tiga anak dilecehkan secara fisik.
  2. Dari 69% anak yang dilecehkan secara. fisik di 13 negara bagian sampel, 54.68% adalah anak laki-laki.
  3. Lebih dari 50% anak di 13 negara bagian menjadi korban satu bentuk pelecehan fisik atau bentuk pelecehan lainnya.
  4. Dari anak-anak yang dilecehkan secara fisik di lingkungan keluarga, 88.6% dilecehkan secara fisik oleh orangtuanya.
  5. 65% dari anak-anak yang bersekolah dilaporkan mengalami hukuman fisik yaitu 2 dari 3 anak menjadi korban hukuman fisik.
  6. Negara bagian Andhra Pradesh, Assam, Bihar dan Delhi secara konsisten. melaporkan angka tingkat pelecehan lebih tinggi dalam segala bentuk dibanding negara bagian lainnya.
  7. Kebanyakan anak tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun.
  8. 50.2% anak bekerja tujuh hari seminggu.

Pelecehan Seksual

  1. 53.22% anak dilaporkan mengalami satu bentuk atau lebih pelecehan seksual.
  2. Andhra Pradesh, Assam, Bihar dan Delhi dilaporkan sebagai negara bagian yang memiliki prosentasi pelecehan seksual tertinggi baik terhadap anak laki-laki juga perempuan.
  3. 21.90% responden anak yang dilaporkan mengalami bentuk pelecehan seksual yang parah dan 50.76% bentuk pelecehan seksual lainnya.
  4. Dari semua responden anak, 5.69% dilaporkan mengalami kekerasan seksual.
  5. Anak-anak di Assam, Andhra Pradesh, Bihar dan Delhi dilaporkan mengalami insiden kekerasan seksual tertinggi.
  6. Anak-anak jalanan, anak-anak dalam pekerjaan dan anak-anak di layanan asuhan institusi dilaporkan mengalami insiden kekerasan seksual tertinggi.
  7. 50% pelecehan adalah orang yang dikenal anak atau dalam posisi yang dipercaya dan yang bertanggungjawab atas anak.
  8. Kebanyakan anak tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun

Pelecehan Emosional dan Penelantaran Anak Perempuan

  1. Setiap anak kedua dilaporkan mengalami pelecehan secara emosional
  2. Prosentase setara dari anak perempuan dan anak laki-laki dilaporkan mengalami pelecehan secara emosional
  3. Di 83% kasusnya, orangtua adalah pelaku pelecehan
  4. 48.4% anak perempuan berharap mereka adalah anak laki-laki

Beratnya situasi tersebut menuntut isu pelecehan anak ditempatkan pada agenda nasional. Kementrian, pada pihaknya, telah mengambil tindakan-tindakan seperti memberlakukan undang-undang untuk menetapkan Komisi Nasional dan Negara untuk Perlindungan Hak-hak Anak, Skema Perlindungan Anak yang Terintegrasi, rancangan Pelanggaran terhadap Hukum Anak dll. Ini adalah langkah-langkah penting untuk memastikan perlindungan anak di negara ini. Tapi jelaslah ini tidak akan cukup, pemerintah, masyarakat dan komunitas sipil perlu mendukung satu sama lain dan bekerja untuk menciptakan lingkungan yang protektif untuk anak-anak. Momentum yang diperoleh perlu ditingkatkan untuk meningkatkan diskusi lebih lanjut di antara semua stakeholder dan diterjemahkan ke dalam pergerakan untuk menjamin perlindungan anak di negara ini.

Laporan tersebut dapat diakses dari situs web Kementrian: http://www.wcd.nic.in/childabuse.pdf

source :http://www.idp-europe.org/

 

Provided by
FIGHT CHILD SEXUAL ABUSE AND PEDOPHILIA

Yudhasmara Foundation

Address : JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

Phone : 62(021) 70081995 – 5703646

email : judarwanto@gmail.com,

https://pedophiliasexabuse.wordpress.com/

 

Foundation and Editor in Chief

Dr Widodo Judarwanto

 

Copyright © 2009, Fight Child Sexual Abuse and Pedophilia  Network  Information Education Network. All rights reserved.

KARAKTERISTIK KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

abuse-5.jpg image by beautifulwonder3

Kekerasan seksual pada anak sering muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.

  • Kekerasan seksual dalam keluarga (Intrafamilial abuse). Mencakup kekerasan seksual yang dilakukan dalam keluarga inti atau majemuk, dan dapat melibatkan teman dari anggota keluarga, atau orang yang tinggal bersama dengan keluarga tersebut, atau kenalan dekat dengan sepengetahuan keluarga. Kekerasan pada anak adopsi ataupun anak tiri juga termasuk dalam lingukup ini.
  • Kekerasan seksual di luar keluarga (Extrafamilial abuse). Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang kenal dengan anak tersebut dari berbagai sumber, seperti tetangga, teman, orangtua dari teman sekolah.
  • Ritualistic abuse
  • Institutional abuse.Kekerasan seksual dalam lingkup institusi tertentu seperti sekolah, tempat penitipan anak, kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka, dan organisasi lainnya.

 

  • Kekerasan seksual oleh orang yang tidak dikenal (Street or stranger abuse).Penyerangan pada anak-anak di tempat-tempat umum.

 

Intrafamilial Abuse

Pelecehan seksual merupakan suatu kegiatan yang disembunyikan oleh pelakunya dan keluarga merupakan tempat yang paling aman untuk menyembunyikan hal ini dari masyarakat. Pelaku memiliki kesempatan yang besar untuk mengontrol dan memanipulasi sang anak untuk tidak membuka mulut.

                Dikatakan bahwa dua pertiga dari anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, pelakunya adalah keluarga mereka sendiri. Ini tidak hanya meliputi orangtua kandung, namun juga orangtua angkat, kekasih dari orangtua mereka, teman orangtua yang tinggal bersama, maupun kakek, paman, bibi, sepupu, saudara laki-laki dan perempuan.

                Pelecehan seksual di dalam keluarga lebih cenderung untuk menjadi kronis, dapat bermula segera setelah kelahiran dari sang anak dan berlanjut di masa kecil anak tersebut. Bagi beberapa anak, pelecehan ini berlanjut hingga masa dewasa; seorang perempuan dapat membesarkan anak dari ayahnya sendiri, dan turut berpartisipasi dalam kelanjutan pelecehan di generasi berikutnya. Pelecehan seksual dalam keluarga, oleh sebab itu, lebih merupakan pola hubungan di mana seluruh anggota keluarga ikut berpartisipasi dan batas-batas antar generasi sudah menjadi tidak ada. Para dokter spesialis anak yang bekerja pada area ini harus waspada terhadap adanya siklus pola pelecehan antar generasi.

                Ketika seorang nenek menyatakan bahwa anaknya tidak bersalah, hal ini mungkin dilakukannya untuk melindungi anaknya, namun juga berarti bahwa mungkin sang nenek sedang memikirkan seluruh keluarganya, termasuk dirinya sendiri, suaminya, sang paman dan bibi, keponakan, yang mungkin merasa terancam dengan terungkapnya satu pelecehan seksual pada salah satu anak di dalam keluarga. Untuk alasan inilah pelecehan seksual dalam keluarga menjadi lebih sulit untuk diusut dan sering terjadi bahwa penyelidikan kasus pelecehan seksual dalam keluarga berhubungan dengan anggota keluarga lainnya. Oliver Whiltshire (1983) melakukan riset yang menunjukkan bahwa pelecehan dan penelantaran anak di dalam keluarga saling berhubungan dan morbiditas serta mortalitas anak ditemukan pada keluarga tersebut.

Extrafamilial abuse

Banyak survei dalam komunitas yang menunjukkan bahwa kontak tubuh pada lingkup pelecehan seksual di luar keluarga lebih sering terjadi daripada di dalam lingkup keluarga. Pelecehan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.

                Batasan antara lingkup intrafamilial dan ekstrafamilial kadang menjadi kabur dan pengenalan dari salah satunya sering mengantar pada yang lainnya. Seorang anak laki-laki yang mengalami pelecehan seksual di rumah oleh ayahnya, mungkin secara tidak sadar membiarkan dirinya berada dalam situasi yang berbahaya bersama dengan laki-laki lain, yang dapat mengambil kesempatan untuk melakukan hal yang sama padanya jauh dari keluarganya.

                Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut,  kemudian membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan seksual tersebut dilakukan, sering dengan memberikan imbalan tertentu yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak biasanya tetap diam karena bila hal tersebut diketahui mereka takut  akan memicu kemarah dari orangtua mereka. Selain itu, beberapa orangtua kadang kurang peduli tentang di mana dan dengan siapa anak-anak mereka menghabiskan waktunya. Anak-anak yang sering bolos sekolah cenderung rentan untuk mengalami kejadian ini dan harus diwaspadai.

                Anak-anak dengan riwayat pelecehan seksual mengalami pengalaman yang buruk dan menderita secara emosional maupun kesulitan tingkah laku. Anak-anak ini membutuhkan bantuan setelah pelecehan seksual tersebut dideteksi dan dihentikan.

Keluarga dengan anak yang mengalami pelecehan seksual

Beberapa karakteristik dari keluarga dengan anak yang mengalami pelecehan seksual telah digambarkan. Keluarga tersebut, baik pada kasus incest maupun non-incest, memiliki karakteristik yang kohesif, tidak terorganisir dengan baik, dan secara umum memiliki disfungsional bila dibandingkan dengan keluarga lain yang tidak terdapat pelecehan seksual.

                Konteks keluarga yang berhubungan dengan pelecehan seksual ini antara lain adalah dewasa yang juga pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanaknya, termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan atau penggunaan alkohol, ketiadaan orangtua, hubungan yang tidak baik dengan orangtua, adanya pelecehan seksual pada salah satu anggota keluarga, kurangnya pengertian dalam keluarga, perceraian atau orangtua berpisah, dan pemindahan hak perawatan anak (Childhood Matters 1996). Dari kesemuanya ini, kekerasan dalam rumah tangga dan penyalahgunaan alkohol adalah yang paling sering dilaporkan.

Anak yang mengalami pelecehan seksual

Pandangan tradisional mengenai anak yang biasanya mengalami kekerasan seksual tersebut menunjukkan adanya factor-faktor tertentu yang memberi kontribusi untuk terjadinya pelecehan seksual, seperti anak yang ditelantarkan. Dihipotesiskan bahwa prilaku anak dan penampilannya dapat memicu ketertarikan dari orang dewasa. Dalam hal pelecehan seksual, sebuah mitos menyebutkan bahwa hanya anak-anak tertentu dengan umur tertentu yang mengalami pelecehan, sesuai dengan seksualitas orang dewasa yang “mini”. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang memasuki puber dapat memberi stimulus tertentu pada ayah angkatnya, yang menyebabkan kejadian pelecehan seksual menjadi sulit dihindarkan.

                Anak-anak pada semua umur dapat mengalami pelecehan seksual, termasuk pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun. Baik menurut sample klinik maupun survei komunitas, jumlah anak perempuan yang mengalami pelecehan biasanya melebihi jumlah anak laki-laki. Hobbs dan Wynne (1987) menemukan perbandingan rasio antara anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1, sedangkan dalam suatu studi di Irlandia Utara rasionya adalah 4.4: 1. Anak laki-laki lebih cenderung kurang dicurigai, dilaporkan atau pun dipercaya (Rogers & Terry 1984). Dengan memperhatikan hal ini, diperkirakan bahwa jumlah pelecehan seksual pada anak laki-laki dan perempuan sebenarnya mungkin sama (Kempe&Kempe 1984, Hanks et al 1988).

                Usia pada saat didiagnosis terjadi pelecehan seksual tidak memberikan keterangan tentang onset terjadi pelecehan pertama kali, namun rata-rata usia terdiagnosis adalah sekitar 7 tahun, dengan puncaknya antara 2-7 tahun. Usia saat terdiagnosis lebih bergantung pada kemudahan diagnosis, dimana terdapat kemauan untuk mengungkapkan kejadian, dan sering ditemukannya temuan fisik yang membantu penegakan diagnosis. Anak-anak yang lebih besar, yang telah belajar dari konsekuensi bila tidak dapat menyimpan rahasia, lebih cenderung dapat menutupi kejadian pelecehan tersebut, dan lebih memiliki rasa takut terhadap ancaman yang diberikan bahwa mereka akan menderita bila mereka memberitahukan kejadian tersebut.

                Dibandingkan dengan faktor dari sang anak yang mempengaruhi terjadinya suatu pelecehan seksual, adalah perilaku yang tidak membedakan korban dari si pelaku yang lebih penting.

Riwayat pengalaman pelecehan seksual 

Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengan kasus pelecehan seksual di komunitas dan terdapat pada 75% kasus yang ditemukan di klinik.

Tindakan yang berkaitan dengan pelecehan seksual 

Kontak

  1. Sentuhan, memainkan atau kontak oral dengan dada atau genital.
  2. Memasukkan jari atau benda ke dalam vulva atau anus

–         Masturbasi oleh orang dewasa didepan anak kecil

–         Ejakulasi kepada anak, baik dari orang dewasa ke anak maupun dari anak ke dewasa

–         Hubungan seks baik vaginal, anal atau oral, dilakukan maupun direncanakan pada berbagai tingkatan.

  1. Pemerkosaan dilakukan dengan penetrasi penis ke dalam vagina
  2. Kontak genital lainnya, hubungan seks pada daerah kruris dimana penis diletakkan diantara kaki. Atau kontak genital dengan bagian tubuh lainnya dari anak seperti penis digosokkan pada paha.
  3. Prostitusi, semua perlakuan diatas yang melibatkan pertukaran uang, hadiah, bantuan pada anak sewaan.

Non-kontak

  1. Eksibisionisme
  2. Pornografi dalam berbagai bentuk : foto hubungan seksual atau foto anatomi tubuh
  3. Memperlihatkan foto, film, video porno
  4. Cerita-cerita erotis
  5. Eksploitasi seksual lainnya
  6. aktivitas sadis
  7. Membakar daerah pantat atau genital anak.

Penetrasi vaginal, oral, anal yang dilakukan atau direncanakan muncul pada 20-49 % kasus non klinis dan pada lebih dari 60 % sampel forensik.

Sampai saat ini belum bisa diprediksi dampak dari berbagai tindakan tersebut terhadap anak. Karena responnya sangat individual. Yang dikategorikan paling serius adalah hubungan seksual sedangkan eksibisionisme dianggap kurang serius

 

Provided by
FIGHT CHILD SEXUAL ABUSE AND PEDOPHILIA

Yudhasmara Foundation

Address : JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

Phone : 62(021) 70081995 – 5703646

email : judarwanto@gmail.com,

https://pedophiliasexabuse.wordpress.com/

 

Foundation and Editor in Chief

Dr Widodo Judarwanto

 

Copyright © 2009, Fight Child Sexual Abuse and Pedophilia  Network  Information Education Network. All rights reserved.

Pendidikan Seks sejak dini untuk mencegah pelecehan seksual pada anak

dr Widodo Judarwanto SpA,
email : judarwanto@gmail.com, , 
 
ProstitutedChild.jpg Sexual Abuse image by cjnk1994
 
Meski kejadiannya dari dulu telah marak, tetapi saat ini semakin sering terdengar kasus pelecehan seksual terhadap anak.  Pelecehan seksual pada anak, membayangkannya saja sudah membuat para orang tua bergidik!  Namun, hal itu adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan di dalam dunia yang tidak menentu ini harus dihadapi. Apalagi,  pengaruhnya atas anak-anak bisa menghancurkan psiokososial, tumbuh dan berkembangnya di masa depan. Menurut berbagai penelitian, korban pelecehan seksual adalah anak laki-laki dan perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya. Sebagai orangtua, sangat mutlak harus melindungi anak di sekitarnya untuk terlindung dari bahaya pelecehan seksual pada anak.  Pendidikan seksual dan pemberian informasi tentang permasalahan pelecehan seksual tampaknya dapat mencegah perilaku pelecehan seksual.
 
 Terdapat beberapa informasi dan pengetahuan kepada anak yang perlu diberikan kepada anak agar terhindar dari kekerasan  seksual, sejak anak berusia 2-4 tahun.  Pada awalnya, anak harus dibritahukan  agar jangan berbicara atau menerima pemberian dari orang asing. Anak juga harus  selalu meminta izin orang tua jika akan pergi. “ Katakan pada anak bahwa mereka  harus segera melaporkan kepada bapak atau ibunya apabila ada orang yang  menyentuh alat kelamin atau tubuh mereka dengan cara yang tidak mereka sukai.  Katakan juga agar anak berteriak atau kabur jika merasa terancam oleh orang  yang tak dikenal. Agar anak dapat memahami bahwa orang lain dapat melakukan  hal-hal yang tidak menyenangkan kepada dirinya berkaitan dengan perbuatan  seksual dan upaya anak dapat memahami hal tersebut, pengenalan bagian tubuh  kepada anak mutlak dilakukan.
 
Tanggung Jawab orang tua
Tanggung jawab utama untuk melindungi anak-anak dari pelecehan ada pada orang tua, bukan pada anak-anak. Karena itu, orang tua harus terdidik sebelum bisa mendidik anak. Jika Anda orang tua, ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui. Anda perlu mengetahui ciri-ciri pelaku dan bagaimana modusnya. Orang tua sering membayangkan pelaku sebagai orang tak dikenal yang mengintai di kegelapan, mencari-cari cara untuk menculik dan memperkosa anak-anak. Orang jahat seperti itu memang ada. Media berita sering kali melaporkan tentang mereka. Namun, secara relatif mereka jarang ada. Dalam sekitar 90 persen kasus pelecehan seksual anak, pelakunya adalah orang yang sudah dikenal dan dipercaya oleh si anak.
Pastinya, orangtua sulit untuk berpikir atau membayangkan bahwa manusia di sekitarnya yang dikenal baik seperti tetangga, guru, tenaga medis, pelatih olahraga, atau kerabat bisa berp[optensi melakukann pelecehan seksual pada anak. Dan, kebanyakan orang memang tidak begitu.  Padahal, sebagian besar pelakunya justru orang dekat yang dikenal anak atau keluarga. Memang seharusnya tidak perlu mencurigai setiap orang di sekitar. Namun, orangtua dapat melindungi anaknya dengan mengetahui karakteristik  seorang pelaku pelecehan. 

 

 

Karakteristik Pelaku Pelecehan Seksual

Seorang pelaku pelecehan seksual pada anak atau pemerkosa biasanya  sangat  lihai sehingga tidak akan memaksa korbannya. Sebaliknya, ia mungkin lebih suka merayu anak-anak secara bertahap. Mula-mula, ia memilih calon korbannya, sering kali anak yang kelihatan tidak berdaya dan penurut, dengan demikian secara relatif mudah dikendalikan. Kemudian, ia memberikan perhatian khusus kepada anak itu. Ia mungkin juga mencoba mendapatkan kepercayaan orang tuanya. Para pemerkosa sering kali mahir berpura-pura menaruh minat yang tulus kepada si anak dan keluarganya.
Akhirnya, si pemerkosa akan mulai mempersiapkan si anak untuk dijadikan korban. Sedikit demi sedikit, ia mulai lebih banyak mengadakan kontak badan dengan si anak melalui pertunjukan kasih sayang, gulat-gulatan, dan gelitikan yang tampaknya polos. Ia mungkin menghujani si anak dengan hadiah dan mulai memisahkannya dari teman-teman, kakak adik, dan orang tua, supaya bisa berduaan saja dengan si anak. Pada suatu waktu, ia mungkin meminta si anak tidak menceritakan rahasia kecil kepada orang tua—mungkin tentang suatu hadiah atau rencana jalan-jalan. Taktik-taktik tersebut melicinkan jalan untuk rayuan. Sewaktu si pemerkosa telah mendapatkan kepercayaan si anak serta orang tuanya, ia siap beraksi.
Cara yang dilakukan tampaknya   tidak kentara, tidak kejam atau memaksa. Ia mungkin memanfaatkan keingintahuan wajar si anak tentang seks, menawarkan untuk menjadi ”guru”, atau ia mungkin mengajaknya mengadakan ”permainan istimewa” yang tidak boleh diketahui orang lain. Ia mungkin mencoba memperlihatkan pornografi kepada si anak supaya perilaku demikian tampak normal.
Jika ia berhasil memperkosa si anak, ia sekarang ingin sekali memastikan bahwa si anak tidak menceritakannya kepada siapa-siapa. Ia mungkin menggunakan berbagai taktik, misalnya dengan mengancam, memeras, dan menyalahkan, atau mungkin dengan mengkombinasikan cara-cara itu. Contohnya, ia mungkin mengatakan, ”Salah kamu sendiri. Kamu sih tidak menyuruh saya berhenti.” Ia mungkin menambahkan, ”Kalau kamu beri tahu Mama Papa, mereka akan memanggil polisi dan saya dipenjarakan untuk selamanya.” Atau, ia mungkin mengatakan, ”Ini rahasia kita berdua. Kalau kamu cerita, tidak ada yang bakal percaya. Awas kalau Mama Papa sampai tahu, akan saya hajar mereka.” Ada banyak sekali taktik licik dan jahat yang akan diupayakan orang-orang ini. 
Dengan mengenali taktik-taktik tersebut, sebagai orang tua dapat lebih siap untuk bertindak dalam hal mencegah terjadinya segala sesuatu. Misalnya, jika seseorang, yang tampak lebih berminat pada anak-anak ketimbang orang dewasa, memberikan perhatian khusus dan hadiah-hadiah kepada anak Anda atau menawarkan untuk menjaganya tanpa bayaran atau bertamasya berduaan dengan anak. Meskipun bel;um tentu harus dicurigai sepenuhnya, paling tidak tidak ada salahnya saat itu mulai dilakukan tindakan preventif.
 
Memberi Pelajaran tentang seks pada anak
 
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya. Anak yang tidak tahu apa-apa tentang seks akan menjadi korban empuk berikutnya. Anak-anak yang kurang pengetahuan tentang seks jauh lebih mudah dibodohi oleh para pelaku p[elecehan seksual.  Sehingga  untuk melindungi anak dari segala sesuatu yang tidak diinginkan, amatlah penting memberikan edukasi khusus kepada anak. Pendidikan yang terkait adalah pendidikan seks dan pemberian informasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan upaya pelecehan seksual.
  
Pendidikan seks pada anak didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada anak, menghindarkan anak dari resiko negatif perilaku seksual. Karena dengan sendirinya anak akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang.
 
Banyak orang tua merasa segan dan risi untuk membahas topik seks dengan anak-anak. Apalagi anak  mungkin lebih risi lagi, dan kemungkinan besar  dua masalah ini membuat lebih sulit untuk memulainya.  Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia ini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal
 
Pelajaran sederhana yang bisa dilakukan adalah   mulai sejak dini dengan menyebutkan bagian-bagian tubuh. Sebaiknya dipakai bahasa yang benar, bukan bahasa anak-anak, untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa tidak ada satu bagian pun dari tubuh mereka yang aneh atau memalukan.” Petunjuk untuk menghindari pelecehan menyusul dengan sendirinya. Banyak orang tua memberi tahu anak-anak bahwa bagian tubuh yang tertutup pakaian renang bersifat pribadi dan khusus.
  
Pendidikan seks lain yang secara tidak disadari sudah dilakukan adalah mengajari anak untuk membersihkan alat genitalnya dengan benar setelah buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB), agar anak dapat mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Pendidikan ini pun secara tidak langsung dapat mengajari anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya
 
Cara menyampaikan pendidikan seksual itu pun tidak boleh terlalu vulgar, karena justru akan berdampak negatif pada anak. Di sini orangtua sebaiknya melihat faktor usia. Artinya ketika akan mengajarkan anak mengenai pendidikan seks, lihat sasaran yang dituju. Karena ketika anak sudah diajarkan mengenai seks, anak akan kristis dan ingin tahu tentang segala hal.
Beberapa contojhn kasus dalam pembelajaran pendidikan seks pada anak misalnya mengatakan bahwa alat kelamin atau  penisnya adalah milik pribadi, dan bukan mainan. Tidak boleh dijadikan mainan oleh siapa pun—Mama, Papa, bahkan dokter. Sewaktu kami membawanya ke dokter, saya menjelaskan bahwa dokter hanya mau memeriksa dan karena itu boleh memegangnya.” Kedua orang tua ikut dalam pembicaraan singkat ini dari waktu ke waktu, dan meyakinkan si anak bahwa ia bisa memberi tahu mereka kapan saja jika ada yang menyentuhnya dengan cara yang tidak benar atau yang membuatnya merasa risi. Para pakar dalam bidang pengasuhan anak dan pencegahan penganiayaan menyarankan agar semua orang tua mengadakan percakapan serupa dengan anak-anak mereka.

Anak-anak perlu tahu bahwa ada yang suka meraba anak-anak atau menyuruh anak-anak meraba mereka dengan cara yang salah. Peringatan ini tidak perlu membuat anak-anak cemas, ketakutan atau mencurigai semua orang dewasa. ”Itu semacam petunjuk kewaspadaan dan keamanan saja.
 
 
Dibeberapa negara yang sudah maju  para orangtua telah mendapatkan buku panduan mengenai pendidikan seks agar mereka dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan anak. Sementara di Indonesia, karena belum ada, maka sebaiknya para orangtua sigap dengan mencari informasi mengenai pendidikan seks di internet, buku bacaan, koran  atau majalah.
 
 
 
Tanda dan gejala pelecehan seksual
Gejala dan tanda seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap manis dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian. Meskipun pelecehan seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti yang jels. 
Namun, jika tanda-tanda yang mencurigakan tampak pada anak dan terlihat terus-menerus dalam jangka waktu panjang, kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami pelecehan seksual. Tanda dan indikasi pelecehan seksual antara lain memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa merupakan indikasi seks oral.
 
Remaja Tandanya sama dengan di atas dan kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran bunuh diri, gangguan makan, melarikan din, berbagai kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang atau alkohol, kehamilan dini, melacur, seks di luar nikah, atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.  

Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat takut kepada siapa saja atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan kelakuan yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dan ngompol), menarik diri atau depresi, serta perkembangan terhambat. Anak usia prasekolah Gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut: Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol, hiperaktif, keluhan somatik seperti sakit kepala yang terus-menerus, sakit perut, sembelit. Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang tiba-tiba berubah, anak mengeluh sakit karena perlakuan seksual. Tanda pada perilaku seksual: masturbasi berlebihan, mencium secara seksual, mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan pada saudara atau teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan rasa ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual. Anak usia sekolah Memperlihatkan tanda-tanda di atas serta perubahan kemampuan belajar, seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman terganggu, tidak percaya kepada orang dewasa, depresi, menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur, mimpi buruk, tak suka disentuh, serta menghindari hal-hal sekitar buka pakaian.

Perlihatkan kepada anak bahwa menceritakan hal itu adalah perbuatan benar. Jangan desak anak untuk menceritakan detail pengalamannya. Anak harus diyakinkan bahwa dia tak bersalah. Hal ini dalam kenyataan tak mudah melakukannya karena anak kerap menganggap dirinyalah penyebabnya.

Bagaimana jika anak buka rahasia? Jagalah, jangan sampai anak terkejut oleh respons orang tua. Jika anak membuka rahasia, penting menyadari reaksi orang tua dan anak itu sendiri. Orang tua perlu tahu apa yang mesti dilakukan. Mendengar apa yang dialami anak mungkin kita merasa marah, terkejut, dan bingung. Semua itu adalah reaksi yang normal untuk .orang tua Tetapi, orang tua harus menjaga jangan sampai anak terkejut oleh respons kuatnayya. Jikaorang tua  dikuasai perasaan, bicaralah kepada rekan yang dipercayai. Kalau  orang tua merasa tak mampu berbicara dengan si anak, minta tolong ahli untuk mengolah perasaan sendiri dan memintanya berbicara dengan si anak.
Orang tuaharus belajar percaya apa yang dikatakan anak. Ketika anak-anak membuka rahasia pelecehan yang dialami, hampir semua dipastikan mengandung kebenaran. Mereka kadang mengatakan sedikit apa yang terjadi untuk melihat bagaimana reaksi kita. Kalau anak tampak kacau dan ceritanya tak logis, itu wajar.  Persepsi orang tua kerap berbeda dengan anak. Ketika mengatakan ujuang jari, yang dimaksudkannya adalah vaginanya. Anak bicara tentang boneka kura-kura yang dimainkannya di kamar mandi, padahal yang mau dikatakannya adalah penis tetangganya.
 Perlihatkan kepada anak kesungguhan orang tua untuk mendukungnya dan pastikan anak dalam keadaan aman dan terlindungi. Pelecehan seksual anak adalah tindak kriminal. Di sini tidak berlaku hukum kerahasiaan. Katakan kepada anak bahwa  orang tuaakan menyampaikan cerita itu kepada orang lain demi keselamatan anak. Jangan buat janji untuk merahasiakannya.
 
Dampak pelecehan seksual pada anak yang sering terjadi adalah mengganggu kehidupan psikososial dan tumbuh berkembangnya. Kepekaan orang tua atas tanda-tanda pelecehan seksual dan tahu bagaimana meresponsnya kiranya akan sangat membantu ke arah berhentinya pelecehan seksual terhadap anak.
 
GAMBAR TANDA KEKERAAN DAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK
 
 

Provided by
FIGHT CHILD SEXUAL ABUSE AND PEDOPHILIA

Yudhasmara Foundation

Address : JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

Phone : 62(021) 70081995 – 5703646

email : judarwanto@gmail.com, 

https://pedophiliasexabuse.wordpress.com/

 

Foundation and Editor in Chief

Dr Widodo Judarwanto

 

Copyright © 2009, Fight Child Sexual Abuse and Pedophilia  Network  Information Education Network. All rights reserved.

PELECEHAN SEKSUAL SEBUAH PERMASALAHAN GLOBAL ANAK DI DUNIA

Sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerahkan kepada Majelis Umum PBB sebuah laporan sedunia tentang kekerasan terhadap anak-anak yang telah disusun oleh seorang pakar independen untuk PBB. Menurut laporan tersebut, selama satu tahun belakangan diperkirakan ada 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak lelaki di bawah usia 18 tahun yang mengalami ”hubungan seks yang dipaksakan atau bentuk kekerasan seksual lainnya”.

Angka-angka itu mengejutkan, tetapi laporan tersebut menyatakan, ”Angka sebenarnya pasti lebih tinggi.” Sebuah kajian atas penelitian dari 21 negeri menunjukkan bahwa di beberapa tempat, sebanyak 36 persen wanita dan 29 persen pria pernah menjadi korban salah satu bentuk pelecehan seksual semasa kanak-kanak. Mayoritas pelakunya adalah sanak keluarga!

 

 

Provided by
FIGHT CHILD SEXUAL ABUSE AND PEDOPHILIA

Yudhasmara Foundation

Address : JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

Phone : 62(021) 70081995 – 5703646

email : judarwanto@gmail.com, 

https://pedophiliasexabuse.wordpress.com/

 

Foundation and Editor in Chief

Dr Widodo Judarwanto

 

Copyright © 2009, Fight Child Sexual Abuse and Pedophilia  Network  Information Education Network. All rights reserved.